Inilah Ghibah Yang Halal.. |
Bismillah...
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Mohon maaf apabila artikel ini agak panjang, saya agak susah untuk meringkasnya dikarenakan setiap kalimat yg satu dengan yang lain saling berhubungan dan kalau pun dihilangkan sebagiannya maka bisa mengkaburkan substansi dari maksud artikel. Harap disimak dengan sabar yaa.., Terima kasih
Sebelum ada yang salah paham akan judul diatas sangat perlu saya perjelas bahwa hukum Asal dari Ghibah adalah Haram, bahkan “Seluruh ulama bersepakat bahwa ghibah itu haram dilakukan oleh siapa pun untuk membicarakan siapa pun dari kaum muslimin. Hal ini dikarenakan terdapat larangan ghibah secara tegas dalam al Qur’an dan sunnah.
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” (QS al Hujurat:12).
Apa Itu Ghibah
Pengertian ghibah dapat diketahui dengan memperhatikan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa sallam bersabda:
أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ
اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Tahukah kalian apa itu ghibah?”, Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu engkau menceritakan tentang saudaramu yang membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau, “Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda, “Apabila cerita yang engkau katakan itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-ghibahinya. Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah berdusta atas namanya (berbuat buhtan).” (HR. Muslim)
Ghibah yang Dibolehkan
Ummu Abdillah Al-Wadi’iyah berkata: Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan di dalam kitab Tafsir beliau, “Ghibah itu haram berdasarkan kesepakatan (kaum muslimin). Dan tidak dikecualikan darinya satu bentuk ghibah pun kecuali apabila terdapat maslahat yang lebih dominan sebagaimana dalam konteks jarh dan ta’dil (celaan dan pujian yang ditujukan kepada periwayat hadits dan semacamnya -pent) serta demi memberikan nasihat. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ada seorang lelaki bejat yang meminta izin untuk bertemu dengan beliau. Beliau bersabda, “Ijinkan dia masuk. Dia adalah sejelek-jelek kerabat bagi saudara-saudaranya.”
Dan juga sebagaimana perkataan beliau kepada Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha ketika Mu’awiyah dan Abu Jahm melamar dirinya. Rasul bersabda, “Adapun Mu’awiyah, maka dia seorang yang tidak mempunyai harta. Sedangkan Abu Jahm adalah orang yang tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya.” Dan demikianlah dibolehkan pula (ghibah) untuk kepentingan yang serupa dengan itu. Kemudian selain untuk keperluan semacam itu maka hukumnya adalah sangat diharamkan.” (Nashihati lin Nisaa’, hal. 27-28)
Ummu Abdillah Al-Wadi’iyah berkata: Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan di dalam kitab Tafsir beliau, “Ghibah itu haram berdasarkan kesepakatan (kaum muslimin). Dan tidak dikecualikan darinya satu bentuk ghibah pun kecuali apabila terdapat maslahat yang lebih dominan sebagaimana dalam konteks jarh dan ta’dil (celaan dan pujian yang ditujukan kepada periwayat hadits dan semacamnya -pent) serta demi memberikan nasihat. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ada seorang lelaki bejat yang meminta izin untuk bertemu dengan beliau. Beliau bersabda, “Ijinkan dia masuk. Dia adalah sejelek-jelek kerabat bagi saudara-saudaranya.”
Dan juga sebagaimana perkataan beliau kepada Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha ketika Mu’awiyah dan Abu Jahm melamar dirinya. Rasul bersabda, “Adapun Mu’awiyah, maka dia seorang yang tidak mempunyai harta. Sedangkan Abu Jahm adalah orang yang tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya.” Dan demikianlah dibolehkan pula (ghibah) untuk kepentingan yang serupa dengan itu. Kemudian selain untuk keperluan semacam itu maka hukumnya adalah sangat diharamkan.” (Nashihati lin Nisaa’, hal. 27-28)
Berdasarkan penjelasan Yahya bin Syaraf an-Nawawi ada enam jenis ghibah atau menggunjing yang diperbolehkan.
[Pertama]
Dalam kasus penganiayaan. Orang yang dianiaya boleh mengadukan orang yang menganiaya dirinya kepada pihak terkait. Semisal seorang melapor ke polisi, “Si A telah menganiayaku atau telah memukuliku”. Contoh yang lain adalah seorang santri yang dianiaya oleh temannya lalu melapor kepada pengurus pesantren.
[Kedua]
Meminta pertolongan untuk mengubah kemungkaran dan menyadarkan pelaku kemaksiatan agar kembali ke jalan yang benar. Semisal kita katakan kepada orang yang diharapkan mampu mengingatkan, “Si A melakukan demikian tolong disadarkan”.
[Ketiga]
Meminta fatwa, dengan berkata kepada seorang ulama atau ustadz, “Si A, bapakku atau saudaraku telah menganiayaku…. Apakah dia berhak melakukan hal tersebut? Solusi apa yang bisa aku lakukan agar terhindar dari penganiayaannya?”.
Ucapan semacam ini diperbolehkan karena memang diperlukan. Akan tetapi, lebih baik jika menggunakan bahasa yang disamarkan. Semisal dengan mengatakan, “Bagaimana hukum seseorang atau seorang suami, orang tua atau anak yang berbuat demikian dan demikian?”.
Meski demikian diperkenankan pula menyebutkan identitas pelaku.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ هِنْدَ بِنْتَ عُتْبَةَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ ، وَلَيْسَ يُعْطِينِى مَا يَكْفِينِى وَوَلَدِى ، إِلاَّ مَا أَخَذْتُ مِنْهُ وَهْوَ لاَ يَعْلَمُ فَقَالَ « خُذِى مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ »
Dari Aisyah, sesungguhnya Hindun binti ‘Utbah berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang suami yang pelit. Dia tidak memberi untukku dan anak-anakku nafkah yang mencukupi kecuali jika aku mengambil uangnya tanpa sepengetahuannya”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ambillah dari hartanya yang bisa mencukupi kebutuhanmu dan anak-anakmu dengan kadar sepatutnya” (HR. Bukhari no 5049).
[Keempat]
Guna memperingatkan kaum muslimin dari suatu bahaya. Contoh ghibah yang dibolehkan karena alasan ini adalah sebagai berikut:
a. Kritik terhadap para perawi hadits, para saksi dan para penulis buku. Hal ini diperbolehkan berdasarkan konsesus umat Islam. Bahkan hukumnya bisa wajib jika untuk mempertahankan keotentikan syariat.
[Pertama]
Dalam kasus penganiayaan. Orang yang dianiaya boleh mengadukan orang yang menganiaya dirinya kepada pihak terkait. Semisal seorang melapor ke polisi, “Si A telah menganiayaku atau telah memukuliku”. Contoh yang lain adalah seorang santri yang dianiaya oleh temannya lalu melapor kepada pengurus pesantren.
[Kedua]
Meminta pertolongan untuk mengubah kemungkaran dan menyadarkan pelaku kemaksiatan agar kembali ke jalan yang benar. Semisal kita katakan kepada orang yang diharapkan mampu mengingatkan, “Si A melakukan demikian tolong disadarkan”.
[Ketiga]
Meminta fatwa, dengan berkata kepada seorang ulama atau ustadz, “Si A, bapakku atau saudaraku telah menganiayaku…. Apakah dia berhak melakukan hal tersebut? Solusi apa yang bisa aku lakukan agar terhindar dari penganiayaannya?”.
Ucapan semacam ini diperbolehkan karena memang diperlukan. Akan tetapi, lebih baik jika menggunakan bahasa yang disamarkan. Semisal dengan mengatakan, “Bagaimana hukum seseorang atau seorang suami, orang tua atau anak yang berbuat demikian dan demikian?”.
Meski demikian diperkenankan pula menyebutkan identitas pelaku.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ هِنْدَ بِنْتَ عُتْبَةَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ ، وَلَيْسَ يُعْطِينِى مَا يَكْفِينِى وَوَلَدِى ، إِلاَّ مَا أَخَذْتُ مِنْهُ وَهْوَ لاَ يَعْلَمُ فَقَالَ « خُذِى مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ »
Dari Aisyah, sesungguhnya Hindun binti ‘Utbah berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang suami yang pelit. Dia tidak memberi untukku dan anak-anakku nafkah yang mencukupi kecuali jika aku mengambil uangnya tanpa sepengetahuannya”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ambillah dari hartanya yang bisa mencukupi kebutuhanmu dan anak-anakmu dengan kadar sepatutnya” (HR. Bukhari no 5049).
[Keempat]
Guna memperingatkan kaum muslimin dari suatu bahaya. Contoh ghibah yang dibolehkan karena alasan ini adalah sebagai berikut:
a. Kritik terhadap para perawi hadits, para saksi dan para penulis buku. Hal ini diperbolehkan berdasarkan konsesus umat Islam. Bahkan hukumnya bisa wajib jika untuk mempertahankan keotentikan syariat.
b. Menceritakan kekurangan seseorang ketika kita dimintai pertimbangan sebelum melakukan urusan penting dengan orang tersebut.
عَنْ أَبِى بَكْرِ بْنِ أَبِى الْجَهْمِ بْنِ صُخَيْرٍ الْعَدَوِىِّ قَالَ سَمِعْتُ فَاطِمَةَ بِنْتَ قَيْسٍ تَقُولُ إِنَّ زَوْجَهَا طَلَّقَهَا ثَلاَثًا فَلَمْ يَجْعَلْ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سُكْنَى وَلاَ نَفَقَةً قَالَتْ قَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا حَلَلْتِ فَآذِنِينِى ».
فَآذَنْتُهُ فَخَطَبَهَا مُعَاوِيَةُ وَأَبُو جَهْمٍ وَأُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَمَّا مُعَاوِيَةُ فَرَجُلٌ تَرِبٌ لاَ مَالَ لَهُ وَأَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَرَجُلٌ ضَرَّابٌ لِلنِّسَاءِ وَلَكِنْ أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ ». فَقَالَتْ بِيَدِهَا هَكَذَا أُسَامَةُ أُسَامَةُ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « طَاعَةُ اللَّهِ وَطَاعَةُ رَسُولِهِ خَيْرٌ لَكِ ». قَالَتْ فَتَزَوَّجْتُهُ فَاغْتَبَطْتُ.
Dari Abi Bakr bin Abi Al Jahm bin Shukhair Al ‘Adawi, Aku mendengar Fathimah binti Qois bercerita bahwa suaminya sudah tiga kali mencerainya lalu Rasulullah menetapkan bahwa dia tidak berhak mendapatkan hak tempat tinggal dan nafkah dari bekas suaminya. Rasulullah berkata kepadaku, “Jika masa iddahmu telah berakhir, tolong beritahukan kepadaku!”. Setelah kukabarkan kepada Rasulullah ada tiga laki-laki yang meminangku yaitu Muawiyah, Abu Jahm dan Usamah bin Zaid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Muawiayah adalah seorang yang miskin, tidak berharta. Sedangkan Abu Jahm adalah seorang yang suka memukul istrinya. Terimalah lamaran Usamah bin Zaid. Fathimah binti Qois mengibasan tangannya sambil berkata, “Usamah?! Usamah?!”. Rasul bersabda, “Taat kepada Allah dan rasulNya itu yang lebih baik bagimu”. Fathimah berkata, “Akhirnya aku menikah dengan Usamah dan aku merasa sangat beruntung” (HR Muslim no 3785).
c. Jika kita melihat seorang yang membeli barang yang cacat, seharusnya kita mengingatkan pembeli mengenai hal itu dengan maksud menghendaki kebaikan untuk orang lain, bukan untuk merugikan penjual atau mengacaukan transaksi jual beli.
d. Jika kita melihat ada orang yang bergaul akrab dengan orang fasik (orang yang gemar bermaksiat) atau menimba ilmu dari ahli bid’ah dan kita khawatir orang tersebut akan terpengaruh maka seharusnya kita menasehati orang tersebut dengan menjelaskan keadaan gurunya berdasarkan bukti dan fakta bukan prasangka dan praduga. Hal ini kita lakukan karena kita menginginkan kebaikan untuk orang tersebut dan bukan untuk menggunjing gurunya.
e. Apabila ada orang yang memegang jabatan tertentu namun dia tidak bisa menjalankannya sebagaimana mestinya karena tidak memiliki kapabilitas atau suka melanggar aturan agama. Selayaknya orang ini kita laporkan kepada atasannya untuk menjelaskan keadaan sebenarnya. Dengan demikian pihak atasan tidak tertipu laporan anak buahnya sehingga bisa mengarahkan anak buahnya untuk bekerja dengan baik.
[Kelima]
Orang yang terang-terangan melakukan berbagai dosa besar atau kebid’ahan. Dalam kasus seperti ini dibolehkan menceritakan kejelekan yang dia lakukan dengan terang-terangan, namun tidak diperkenankan menyebutkan kejelekan yang lain kecuali berdasarkan alasan yang bisa dibenarkan.
[Keenam]
Untuk memberi penjelasan. Jika ada seseorang yang terkenal dengan julukan tertentu seperti, “si buta, si pincang, si cebol dan semisalnya” maka dibolehkan menyebutkan julukan tersebut untuk memberi penjelasan tentang orang yang dimaksudkan. Namun hukum hal ini berubah menjadi tidak boleh jika orang yang menyebutkan julukan tersebut bermaksud mencela. Akan tetapi lebih baik jika bisa menjelaskan orang yang dimaksudkan tanpa menyebutkan julukan tersebut.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – انْصَرَفَ مِنَ اثْنَتَيْنِ ، فَقَالَ لَهُ ذُو الْيَدَيْنِ أَقَصُرَتِ الصَّلاَةُ أَمْ نَسِيتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَصَدَقَ ذُو الْيَدَيْنِ » . فَقَالَ النَّاسُ نَعَمْ . فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَصَلَّى اثْنَتَيْنِ أُخْرَيَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ ، ثُمَّ كَبَّرَ فَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ .
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah pernah mengucapkan salam padahal beliau baru mengerjakan shalat sebanyak dua rakaat. Maka seorang yang memiliki julukan Dzul Yadaini berkata kepada Nabi, “Apakah shalat dikerjakan secara qashar ataukah engkau lupa wahai Rasulullah?” Rasulullah lantas berkata kepada orang-orang di sekelilingnya, “Apakah benar apa yang dikatakan oleh Dzul Yadaini?” Para shahabat berkata, “Benar”. Rasulullah lantas bangkit dan shalat sebanyak dua rakaat kemudian mengucapkan salam kemudian bersujud sebagaimana sujud yang biasa beliau kerjakan atau lebih lama lagi (HR Bukhari no 682).
Dzul Yadaini adalah julukan bagi seorang shahabat yang memiliki ukuran tangan yang tidak normal. Hadits di atas adalah dalil tegas menunjukkan bolehnya memanggil seseorang dengan nama panggilannya yang dikaitkan dengan kelainan fisik yang dia miliki.
Sumber : Ust. Abu Mushlih Ari Wahyudi & Ust. Aris Munandar, S.S., M.A.
wah ane baru tahu sob, ternyata ada ghibah yang halal alias diperbolehkan yah..
BalasHapustrims sharingnya:}
pengetahuan baru....sukron :)
BalasHapuspenjelasannya sangat gamblang dan jelas.. bagus banget, syrkn
BalasHapusmenambah wawsan lagi nih sobat mengenai ghibah...
BalasHapuswah say pernah dapet ilmu kaya gini dari ustad saya dulu, waktu bermain bersama. heheh. ustad ko ngajak main ya? ya tapi begitulah kata beliau
BalasHapusMantap, sob! Jadi ghibah selain yg diperbolehkan pastinya haram! Nice share... ;-)
BalasHapusakhirnya ilmu baru :)
BalasHapussenang kalau mampir ke sini, banyak ilmu baru yg saya dapat
syukron :)
makasih buat ilmunyaaa
BalasHapuswaaah,artikel islami nih. nice info sob. follow back sukses yaaaa,
BalasHapuswaaah,artikel islami nih. nice info sob. follow back sukses yaaaa,
BalasHapusKunjungan dini hari mas
BalasHapuspenjelasannya meskipun panjang tapi sangat jelas mas
terima kasih buat artikelnya mas
met pagi...berhubung nggak ngerti ucapin met pagi aja deh.hehhee
BalasHapusAlhamdulillah disekolah sudah diajarkan ini so far i know that Gibah :) tapi, dari sini aku bisa mereviwe pelajaran dari yang sudah diajarkan thank you^^
BalasHapussiraman rohani
BalasHapusmenyejukkan hati…
sangat masuk akal sih sob, hal2 yg dianggab ghibah yg halal di atas, makasih ilmunya,, d^^
BalasHapuspostingan yang bagus sob
BalasHapusmampir pagi lagi di blog sobat ini untuk menyambung silahturahmi
BalasHapustrims infona :D
BalasHapusmksih infonya,,
BalasHapusKunjungan malam, mantap sob artikelnya...
BalasHapusbaru tau -_______- nice info :D :D
BalasHapuskalo untuk kebaikan ya boleh-boleh aja sob. btw, maaf OOT.
BalasHapusane mau tanya nih. cara buat follow yg kayak diatas iitu gimana ya?
datang pagi ini lagi sobat sebelum memluai aktivitas dan ikut baca-baca artikel sobat...
BalasHapusternyata ada yang boleh ya, tapi lebih baik di tinggalnkan kalau memang tidak terpaksa. takunya jadi alasan untuk menghalalakan gibah.
BalasHapuswah lebih baik mungkin di hindari ya gan, dari pada samar, ntar malah membuat alasan untuk bisa gibah.
BalasHapusyag ke enam.
BalasHapussi cebol dll.
Penrh dengar cerita rosul sama aisyah atw siapa aku lupa. Yg pasti Rosul melarangnya sang istri. Padahal istri tidak ada maksd dia hanya menjelaskan namun rosul tetp melarangnya.
Jadi gruk2 kepala. menurutku bahasa halusnya yg kecil, yang gak bisa melihat hehe.. apa aku yg gak mudeng ya???
hooohoo...
yah anggap aja aku yg gak mudeng..
sip buat ke-6nya.
@Muro'i El-Barezysemoga bermanfaat ya.. :)
BalasHapus@cii yuniatysemoga bermanfaat ya.. :), afwan...
BalasHapus@NFterima kasih.., semoga bermanfaat ya.. :) afwan....
BalasHapus@Asis Sugiantoterima kasih.., semoga bermanfaat ya.. :)
BalasHapus@cerita anak kostmenjelaskan sesutu dgn becanda pun gk masalah :)
BalasHapus@eksakiya benar banget.. :)
BalasHapus@Tiesaiya.. afwan :)
BalasHapus@Tiesaiya.. afwan :)
BalasHapus@Tiesaiya.. afwan :)
BalasHapus@muhammad hidayatterima kasih.., semoga bermanfaat ya.. :)
BalasHapus@jiah al jafaraterima kasih.., semoga bermanfaat ya.. :) afwan....
BalasHapus@Yuyudterima kasih.., semoga bermanfaat ya.. :)
BalasHapus@rizki_risterima kasih juga, semoga bermanfaat ya.. :)
BalasHapus@Sang Cerpenis berceritaMet pagi juga.. :)
BalasHapus@Faizal Indra kusumainsya Allah disini lebih lebih komplit :)
BalasHapus@banaterima kasih.., semoga bermanfaat ya.. :)
BalasHapus@SAZLINA COMPterima kasih.., semoga bermanfaat ya.. :)
BalasHapus@Asis Sugiantoterima kasih..,
BalasHapus@Fahmi Setiawanterima kasih.., semoga bermanfaat ya.. :)
BalasHapus@Master Software Mobileterima kasih.., semoga bermanfaat ya.. :)
BalasHapus@Echie:-Dterima kasih.., semoga bermanfaat ya.. :)
BalasHapus@Febriansyah Haq (Just Copy and Leave It!!!)insya Allah aq jawab dlm postingan terbaru sy ya.., terima kasih :)
BalasHapus@Asis Sugiantoterima kasih..,
BalasHapus@Peduli AlamKuyg ditinggalkan itu yg gk boleh dikerjakan.., tp klo yg boleh dikerjakan maka silahkan dikerjakan :)
BalasHapus@Peduli AlamKuAlhamdulillah dr penjelasan diatas dah cukup jelas mana ghibah yg haram dan ghibah yg dibolehkan.., yg dilarang maka haram tuk mengerjakanx dan yg dibolehkan maka silahkan dikerjakan :)
BalasHapus@Annur EL- KareemRiwayat yg Anti sebut sy gk tau refernsix dr mana..???
BalasHapusUntuk memberi penjelasan. Jika ada seseorang yang terkenal dengan julukan tertentu seperti, “si buta, si pincang, si cebol dan semisalnya” maka dibolehkan menyebutkan julukan tersebut untuk memberi penjelasan tentang orang yang dimaksudkan. Namun hukum hal ini berubah menjadi tidak boleh jika orang yang menyebutkan julukan tersebut bermaksud mencela. Akan tetapi LEBIH BAIK jika bisa menjelaskan orang yang dimaksudkan tanpa menyebutkan julukan tersebut
klo gk mudeg lalu bertanya itu mulia, drpd gk mudeg lalu sok tau itu maulu-maluin...heheh...
btw mudeg i2 bhs jawa yaa...??? :)
maaf klo ada salah2 kata...
@Miftachudiniya sama2.. :)
BalasHapusmampir pai lkagi sobat sambil sarapan sambil baca artikel sobat...
BalasHapusMemang kadang ada Orang yang menyebut julukan yang bermanksud memanggilX tapi kadang juga ada yang bermaksud mencela emmmm makasih bang Artikelx mantap
BalasHapusbaru tau juga neh mas.. makasih infonya jadi tau ada yang halal juga...
BalasHapusbaru tau kalau ada ghibah g halal hehe
BalasHapustapi kayaknya udah g' jadi gibah deh, gibah tetep g' boleh, kalau seperti penjelasan diatas udah bkn gibah namanya, jadi perlu dirubah namanya bukan "gibah yg halal" :D
@Fajar Kurniawan Januar Efendimgkn sobat belum baca scr tuntas artikel diatas.., atau mgkn sj sobat melewati bebrpa Bab.., coba simak kembali.. :), terima kasih....
BalasHapus@Asis Sugiantoterima kasih.. :)
BalasHapus@system of blogterima kasih.. :)
BalasHapus@agus bgsama2.., terima kasih :)
BalasHapusagar ga terjebak ghibah, maka lebih baik diam
BalasHapusmau share tentang ghibah juga ahhhh.... hhe
BalasHapuspengetahuan yang bermanfaat, syukron :) !!
BalasHapus