Home » » Cara Melunasi Hutang Puasa Orang Yang Sudah Meninggal. Bag. 3 (Tamat)

Cara Melunasi Hutang Puasa Orang Yang Sudah Meninggal. Bag. 3 (Tamat)

Melunasi Hutang Puasa Orang Yang Sudah Meninggal.
Lihat tulisan sebelumnya, 

Sedikit Muqaddimah dari Admin : 

Ditulisan-tulisan sebelumnya sudah saya postingkan Cara Melunasi Hutang Puasa Orang Yang Sudah Meninggal yaitu dengan cara membayar fidyah atau denda, Insya Allah dengan ulasan yang terperinci. Selanjutnya untuk menjungjung tinggi amanah ilmiah dan tidak fanatik terhadap salah satu mahdzab saya lanjutkan pembahasan ini ke Cara Melunasi Hutang Puasa Orang Yang Sudah Meninggal yaitu dengan cara membayar Qadho, Insya Allah kami rincikan Alasannya.
----------------
OLeh : Ust. Muhammad AbduhTuasikal
 
Barangsiapa Meninggal Dunia, Namun Masih Memiliki Utang Puasa
Bagi orang yang meninggal dunia, namun masih memiliki utang puasa, apakah puasanya diqodho’ oleh ahli waris sepeninggalnya ataukah tidak, dalam masalah ini para ulama berselisih pendapat. Pendapat terkuat, dipuasakan oleh ahli warisnya baik puasa nadzar maupun puasa Ramadhan. Pendapat ini dipilih oleh Abu Tsaur, Imam Ahmad, Imam Asy Syafi’i, pendapat yang dipilih oleh An Nawawi, pendapat para pakar hadits dan pendapat Ibnu Hazm.[1]

Dalil dari pendapat ini adalah hadits ‘Aisyah,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya yang nanti akan mempuasakannya. ”[2] Yang dimaksud “waliyyuhu” adalah ahli waris[3]. Namun hukum membayar puasa di sini bagi ahli waris tidak sampai wajib, hanya disunnahkan.[4]

Juga hadits Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ ، وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ ، أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ - قَالَ - فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى »
“Ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, dan dia memiliki utang puasa selama sebulan [dalam riwayat lain dikatakan: puasa tersebut adalah puasa nadzar], apakah aku harus mempuasakannya?” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iya. Utang pada Allah lebih pantas engkau tunaikan.”[5]

Hadits ‘Aisyah di atas membicarakan utang puasa secara umum sedangkan hadits Ibnu ‘Abbas membicarakan utang puasa nadzar. Jadi keumuman pada hadits ‘Aisyah tidak dikhususkan dengan hadits Ibnu ‘Abbas karena di dalamnya tidak ada pertentangan. Sebagaimana dalam ilmu ushul fiqh, takhsis (pengkhususan) itu ada jika terdapat saling pertentangan antara dalil yang ada. Namun dalam kasus ini, tidak ada pertentangan dalil. Ibnu Hajar mengatakan, “Hadits Ibnu ‘Abbas adalah hadits yang berdiri sendiri (tidak berkaitan dengan hadits ‘Aisyah, -pen), membicarakan khusus orang yang memiliki qodho’ puasa nadzar. Adapun hadits ‘Aisyah adalah hadits yang bersifat umum.”[6]

Boleh beberapa hari qodho’ puasa dibagi kepada beberapa ahli waris. Kemudian mereka –boleh laki-laki ataupun perempuan- mendapatkan satu atau beberapa hari puasa. Boleh juga mereka membayar utang puasa tersebut dalam satu hari dengan serempak beberapa ahli waris melaksanakan puasa sesuai dengan utang yang dimiliki oleh orang yang telah meninggal dunia tadi.[7]

Rincian Qodho’ Puasa bagi Orang yang Meninggal Dunia

Pertama: Jika seseorang tertimpa sakit yang tidak kunjung sembuh, maka ia tidak ada kewajiban puasa dan tidak ada qodho’ puasa. Yang ia lakukan hanyalah mengeluarkan fidyah dengan memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ia tinggalkan. Ia boleh jadi melakukannya ketika ia hidup. Jika memang belum ditunaikan, ahli waris yang nanti menunaikannya ketika ia telah meninggal dunia.

Kedua: Adapun jika seseorang tertimpa sakit yang diharapkan sembuhnya, maka ia tidak ada kewajiban puasa di bulan Ramadhan karena sakit yang ia derita, namun ia punya kewajiban untuk qodho’ puasa. Jika ternyata ia tidak mampu menunaikan qodho’ karena sakitnya terus menerus hingga akhirnya meninggal dunia, maka ia tidak punya kewajiban qodho’ puasa dan juga tidak ada kewajiban mengeluarkan fidyah. Ahli warisnya pun tidak diperintahkan untuk membayar qodho’ puasanya dan juga tidak diperintahkan mengeluarkan fidyah.[8]

Al ‘Azhim Abadi mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa jika seseorang tidak puasa karena alasan sakit dan safar, lalu ia tidak meremehkan dalam penunaian qodho’ hingga ia mati, maka ia tidak ada kewajiban qodho’ dan juga tidak ada kewajiban fidyah (memberikan makan pada orang miskin).”[9]

Ketiga: Adapun jika seseorang itu sakit dan penyakitnya bisa diharapkan sembuh dan setelah sembuh ia mampu untuk menunaikan qodho’nya, namun ia meremehkan sehingga qodho’ tersebut tidak ditunaikan sampai ia meninggal dunia; maka orang semacam ini yang disunnahkan untuk dibayar qodho’ puasanya selama beberapa hari oleh ahli warisnya. Jika ahli waris tidak membayar qodho’nya, maka bisa digantikan dengan fidyah (memberi makan kepada orang miskin) bagi setiap hari yang ditinggalkan.[10]

Dari penjelasan ini, maka maksud hadits, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya yang nanti akan mempuasakannya” adalah barangsiapa yang tidak puasa karena udzur (seperti haidh, safar atau sakit yang bisa diharapkan sembuhnya), lantas ia pun mampu menunaikan qodho’ puasanya namun ia tidak melakukannya, maka disunnahkan bagi ahli warisnya untuk melunasi utang puasanya.
Semoga sajian ini bermanfaat.


[1] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/130-133.
[2] HR. Bukhari no. 1952 dan Muslim no. 1147
[3] Lihat Tawdhihul Ahkam, 2/712 dan Asy Syarhul Mumthi’, 3/93.
[4] Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/26.
[5] HR. Bukhari no. 1953 dan Muslim no. 1148
[6] Fathul Bari, 4/193.
[7] Lihat Tawdhihul Ahkam, 2/712
[8] Contoh dari penjelasan ini adalah seseorang sakit demam mulai tanggal 20 Ramadhan hingga akhir bulan Ramadhan. Berarti ia punya qodho’ puasa selama 11 hari. Ketika tanggal 1 Syawal, penyakitnya sembuh. Lantas ia ingin mengqodho’ puasa tadi, keesokan harinya. Namun ternyata keesokan harinya ia jatuh sakit lagi dan penyakitnya bertambah parah sehingga tanggal 5 Syawal, ia meninggal dunia. Maka orang semacam ini tidak punya kewajiban qodho’ sama sekali dan juga tidak ada fidyah. Ia seperti halnya orang yang meninggal dunia sebelum masuk Ramadhan, artinya ia meninggal dunia sebelum waktu diwajibkannya puasa.
[9] ‘Aunul Ma’bud, 7/26.
[10] Penjelasan Syaikh Sholih Al Munajid dalam Fatawanya Al Islam Sual wa Jawab no. 81030. Lihat pula Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/26.

21 komentar:

  1. semoga kelak jika meninggal, kita tidak menyisakan utang puasa.

    BalasHapus
  2. mengamankan kedua gan . .
    kalo hutang puasa tu emang wajib di bayar gan . .sipp . .
    walaupun sudah mati,

    BalasHapus
  3. wah lengkap nie, sepertinya saya harus membaca yang pertama dulu dan kedua dah. tenkyu ya gan. :D

    BalasHapus
  4. aamiin untuk doanya pak zach :)

    jazakallah artikelnya kakak ^^

    BalasHapus
  5. oh, ternyata wajib dibayar yah? OOhh.
    oia klo hutangnya karena sblumnya akhir wafatnya dia sakit saat puasa bagaiamna????? masih tetp hars membayar? eh. afwan banyak tanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. ada dua pendapat dlm hal ini.., silahan kerjakan semampun anti, klo mampux fidya silahkan begitupun sebalikx....

      Org mati tdk dibebani lg syariat, yg dimaksd utang puasa bg org meninggal adalah keadaan sakit hingga terhalangi tuk mengenapkan puasa ramadhan. sakitx hingga menjelang selesai ramadhan misalx meninggal pd hari raya, maka disitulah yg disebut utang puasa.

      Wallahu a'lam...

      Hapus
  6. artikerl yg sangat bermanfaat... semoga puasa kita diridhai Allah swt dan mndpat jaza' yg istimewa dari-Nya. amin

    BalasHapus
  7. artikel yang bermanfaat :D hehee...
    panjang banget tulisannya sampe2 males baca #upss ketauan deh :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. dicicil aja sob.., hr ini baca setengah besok baca lg setengah :D

      Hapus
  8. makasih yah gan untuk artikel nya, sangat bermanfaat sekali...^_^

    BalasHapus
  9. selamat menyambut bulan suci Ramadhan..mohon maaf lahir batin :)

    BalasHapus
  10. wah baru tau saya sob, makasih ya infonya :)

    BalasHapus
  11. yang banyak saya dengar membayar fidiah atau langsung ganti saja puasanya jikalau memang sanggup tetapi diniatkan utk orang yg sudah meninggal tsb

    BalasHapus